Perang genosida di Gaza telah menyebabkan kerugian besar bagi ekonomi Israel, dengan total mencapai lebih dari USD67,3 miliar. Menurut ekonom Israel, perang ini juga telah meningkatkan defisit anggaran negara hingga mencapai 8,1% pada bulan Juli lalu.
Rakefet Russak-Aminoach, mantan CEO Bank Leumi Israel, menyatakan bahwa perang telah merugikan ekonomi Israel lebih dari NIS250 miliar dan lembaga pertahanan membutuhkan peningkatan anggaran setiap tahunnya. Dia juga menekankan bahwa banyak kebutuhan ekonomi, seperti para pengungsi dan korban luka, tidak terhitung dalam biaya perang.
Jacob Frenkel, mantan gubernur Bank Sentral Israel, mengatakan bahwa tugas yang paling mendesak saat ini adalah menangani defisit anggaran negara. Defisit yang mencapai 8,1% harus segera ditutupi agar ekonomi Israel dapat pulih kembali.
Uri Levin, mantan CEO Israel Discount Bank, menegaskan bahwa untuk memulihkan ekonomi mereka, Israel perlu mendapatkan kembali kepercayaan investor internasional. Tanpa hal ini, kemungkinan pemulihan ekonomi akan sulit tercapai.
Meskipun Dewan Keamanan PBB telah menyerukan gencatan senjata, Israel terus melakukan serangan brutal di Gaza yang telah menewaskan ribuan orang dan melukai puluhan ribu lainnya. Situasi di Gaza semakin memburuk dengan wilayah yang hancur dan blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang membuat warga Gaza kesulitan.
Israel dituduh melakukan genosida oleh Mahkamah Internasional, yang memerintahkan mereka untuk segera menghentikan operasi militer di Gaza. Namun, invasi Zionis terhadap Gaza terus berlanjut, menyebabkan lebih banyak korban jiwa dan penderitaan bagi warga Palestina.
Dengan kondisi ekonomi yang terus merosot dan tekanan internasional yang semakin meningkat, Israel harus segera mencari solusi damai untuk mengakhiri konflik di Gaza. Hanya dengan perdamaian dan kerjasama antar negara, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik ini.