Masyarakat saat ini dihadapkan dengan fenomena doom spending, yaitu kecenderungan untuk berbelanja tanpa memikirkan konsekuensinya. Menurut Direktur IT & Operasional 360Kredi, Defrian Afdi, perilaku doom spending kini semakin marak terjadi di kalangan anak muda, terutama generasi Z dan milenial. Hal ini disebabkan oleh gaya hidup yang cenderung melakukan self care atau self reward sebagai cara untuk mengatasi stres dan kecemasan.
“Melakukan self reward memang sah-sah saja, seperti membeli barang-barang, berbelanja, liburan, membeli tiket konser, dan lain sebagainya. Namun, hal tersebut sebaiknya dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan kondisi keuangan yang ada,” ujar Defrian Afdi dalam acara Bulan Fintech Nasional dan IFSE 2024 di Jakarta.
Lebih lanjut, Direktur Pengembangan Bisnis UATAS, Shintya Maulida, menekankan bahwa jika doom spending dilakukan secara terus-menerus, maka akan berdampak buruk pada keuangan seseorang. “Pengeluaran yang tidak terkontrol seperti doom spending dapat membuat keuangan tidak stabil, tidak memiliki tabungan, dan terbebani dengan utang-utang yang bersifat impulsif,” tambah Shintya.
Untuk menghindari perilaku doom spending, keduanya menyarankan agar masyarakat meningkatkan literasi keuangan, termasuk dalam manajemen utang. Menurut mereka, fintech lending dapat menjadi solusi keuangan yang tepat. Fintech lending menawarkan opsi pinjaman yang terstruktur, terjangkau, aman, dan ramah pengguna.
Sebagai langkah nyata dalam mendukung peningkatan literasi keuangan dan keamanan industri fintech lending, 360Kredi telah melakukan kerjasama dengan AFPI, AFTECH, dan platform fintech lending lainnya dalam rangka IFSE 2024. Mereka berkomitmen untuk meningkatkan keamanan, transparansi, dan keberlanjutan dalam industri fintech lending, serta membangun kepercayaan publik terhadap layanan tersebut.
Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mendorong industri fintech untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi 8% yang diusung oleh Presiden Prabowo. “Kami akan terus mendukung dengan fasilitasi kebijakan, pengaturan, dan upaya pengembangan yang tepat untuk mencapai target-target tersebut,” kata Mahendra dari OJK.
Saat ini, nilai pinjaman yang disalurkan oleh industri fintech mencapai Rp700 triliun, dengan sebagian besar penerima pinjaman berasal dari pelaku UMKM yang belum terjangkau oleh layanan perbankan tradisional. Dengan adanya kerjasama antara pihak-pihak terkait dan dukungan dari OJK, diharapkan industri fintech lending dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.
Dengan demikian, penting bagi setiap individu untuk memahami pentingnya manajemen keuangan yang baik, agar dapat menghindari perilaku doom spending yang dapat merugikan keuangan pribadi. Melalui peningkatan literasi keuangan dan pemanfaatan layanan fintech lending yang aman dan terpercaya, diharapkan masyarakat dapat mengelola keuangan mereka dengan lebih bijaksana dan berkelanjutan.