Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex) telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang karena tidak mampu membayar utangnya. Hal ini disebabkan oleh jumlah utang yang sangat besar, sebesar US$1,6 miliar atau sekitar Rp25,01 triliun, sementara ekuitasnya mengalami defisiensi modal sebesar -US$980,56 juta. Mayoritas utang Sritex merupakan utang jangka panjang, terutama kepada 28 bank yang memiliki tagihan kredit atas perusahaan tersebut.
Salah satu bank terbesar yang menjadi kreditur Sritex adalah BCA, dengan total utang jangka panjang mencapai US$71,30 juta atau sekitar Rp1,11 triliun. Selain itu, State Bank of India Cabang Singapura, PT Bank QNB Indonesia, Citibank NA Indonesia, dan PT Bank Mizuho Indonesia juga merupakan kreditur utama Sritex dengan jumlah kredit yang signifikan.
Kondisi keuangan Sritex semakin memburuk setelah laporan keuangan per semester I-2024 menunjukkan adanya liabilitas yang terus meningkat. Dengan jumlah utang yang begitu besar, perusahaan ini kesulitan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utangnya, sehingga akhirnya diputuskan pailit oleh pengadilan.
Pailitnya Sritex tentu saja menjadi pelajaran berharga bagi perusahaan lain dalam mengelola keuangan mereka. Penting untuk selalu memperhatikan kesehatan keuangan perusahaan dan mengelola utang dengan bijak agar tidak terjerumus ke dalam kondisi yang sama seperti Sritex.
Semoga dengan kejadian ini, perusahaan-perusahaan lain dapat belajar dan mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengelola keuangan mereka. Semoga Sritex juga dapat bangkit kembali dan belajar dari kesalahan yang telah terjadi, serta mampu melakukan restrukturisasi keuangan untuk memulihkan kondisinya.