Saat sedang sedih, marah, atau emosi tidak stabil, pernahkah kamu merasa ingin makan lebih banyak atau justru malah jarang makan? Perubahan pola makan semacam ini disebut “emotional eating”. “Emotional eating” biasanya membuat seseorang makan berlebihan atau malah kurang saat sedang menghadapi emosi yang tidak stabil. Meskipun ini adalah hal yang wajar, namun para ahli mengatakan bahwa emotional eating bisa mengurangi kenikmatan saat makan.
Bagaimana cara mengatasinya? Menurut sebuah studi yang dipublikasikan di International Journal of Environmental Research and Public Health pada tahun 2021, sekitar 20 persen orang mengalami emotional eating, dengan jumlah tertinggi terjadi pada remaja dan wanita. Dalam studi yang sama, disebutkan bahwa dari 1.500 remaja yang mengalami emotional eating, 34 persen di antaranya melakukannya saat sedang sedih dan 40 persen saat sedang cemas. Penyebabnya adalah efek fisiologis seperti stres dan emosi yang intens. Efek ini memengaruhi hormon-hormon seperti kortisol, insulin, dan glukosa, yang berkaitan dengan nafsu makan. Depresi dan ketidakstabilan emosi juga dapat mempengaruhi pola makan seseorang, terutama saat seseorang memikirkan sesuatu sebelum makan.
Untuk mengatasi emotional eating, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Pertama, kenali emosi dalam diri dan pahami kondisi yang sedang dirasakan, baik itu cemas, sedih, atau marah. Dengan mengenali dan memahami emosi kita, kita bisa mencari cara untuk mengatasinya tanpa harus bergantung pada makanan. Kedua, kenali rasa lapar dan kenyang agar kita bisa mengelola pola makan dengan lebih baik. Terakhir, jika perilaku emotional eating sudah mengganggu dan sulit dikendalikan, maka sebaiknya mencari bantuan profesional untuk mendapatkan terapi yang tepat.
Jadi, jangan biarkan emotional eating mengontrol pola makan kamu. Kenali dan atasi emosi yang ada dalam diri dengan bijak, agar makanan tidak lagi menjadi pelarian saat menghadapi masalah. Semoga informasi ini bermanfaat bagi kamu yang sering mengalami emotional eating.