Kementerian Keuangan telah berhasil merealisasikan pembiayaan utang sebesar Rp 438,1 triliun dari APBN selama periode 1 Januari hingga 31 Oktober 2024. Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menyampaikan bahwa pemerintah telah menargetkan pembiayaan utang sebesar Rp 648,1 triliun, yang terdiri dari surat berharga negara (SBN) dikurangi pinjaman. Menurut Thomas, kinerja pembiayaan ini tetap sesuai target dan dikelola secara efisien dengan menjaga risiko tetap terkendali.
Thomas menjelaskan bahwa realisasi pembiayaan sebesar Rp 438,1 triliun tersebut berasal dari dua sumber utang, yaitu SBN (neto) sebesar Rp 394,9 triliun dan pinjaman (neto) sebesar Rp 43,2 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, terlihat pertumbuhan yang cukup signifikan. Pada akhir Oktober 2023, realisasi pembiayaan utang hanya mencapai Rp 202,3 triliun.
Langkah-langkah penarikan utang ini dilakukan untuk mendukung arah dan target APBN 2024, serta mempertimbangkan outlook defisit APBN, likuiditas pemerintah, dan dinamika pasar keuangan. Thomas menekankan pentingnya menjaga pemenuhan target pembiayaan dengan biaya dana yang efisien dan risiko yang terkendali.
Secara keseluruhan, posisi utang pemerintah mencapai Rp 8.461,93 triliun per 31 Agustus 2024, atau setara dengan 38,49% terhadap produk domestik bruto (PDB). Jumlah tersebut mengalami penurunan sekitar Rp 40,76 triliun dibandingkan posisi utang pada bulan sebelumnya, yaitu Juli 2024 sebesar Rp 8.502,69 triliun. Komposisi utang pemerintah terdiri dari SBN sebesar Rp 7.452,65 triliun dan pinjaman sebesar Rp 1.009,37 triliun.
Dengan pencapaian yang positif ini, pemerintah terus berkomitmen untuk mengelola pembiayaan utang dengan baik demi menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan negara. Semua langkah yang diambil selalu dipertimbangkan secara matang untuk memastikan bahwa target-target APBN dapat tercapai dengan baik. Semoga keberhasilan ini dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia ke depannya.