Benua Afrika sekarang dikenal sebagai benua besar yang padat penduduk. Namun, dalam jutaan tahun ke depan, para ilmuwan memprediksi bahwa benua ini akan terpecah menjadi dua bagian. Hal ini mulai terlihat sejak tahun 2018, ketika sebuah retakan besar muncul di Lembah Rift Kenya. Retakan ini melintasi beberapa negara seperti Ethiopia, Kenya, Uganda, dan Zambia, serta membentang ribuan kilometer.
Retakan ini dikenal dengan nama East African Rift (EAR), dan menurut para peneliti, fenomena ini terjadi akibat pergeseran lempeng tektonik. Nah, kenapa sih retakan ini bisa dibilang sebagai tanda bahwa Afrika bakal terbelah jadi dua? Yuk, simak penjelasan para ahli!
Menurut Perez Diaz dari Fault Dynamics Research Group di Royal Holloway University of London, meskipun para ilmuwan masih bingung dengan fenomena ini, sebagian besar percaya bahwa retakan ini muncul akibat erosi tanah. “Masih banyak pertanyaan tentang kenapa retakan itu muncul di sana dan apakah ada hubungannya dengan proses yang sedang berlangsung di Rift Afrika Timur,” katanya, seperti yang dilansir dari IFL Science.
Diaz dan rekan-rekannya menyebutkan bahwa retakan ini berpotensi membelah Afrika jadi dua bagian besar, meski prosesnya bisa memakan waktu hingga 25 juta tahun! Kalau itu terjadi, lempeng Somalia yang lebih kecil bakal terpisah dari lempeng Nubia yang lebih besar. Namun, meskipun demikian, Diaz menegaskan bahwa retakan ini mungkin bukan masalah besar untuk masa depan geologi Afrika. “Bisa jadi retakan ini adalah hasil erosi tanah lunak yang mengisi patahan lama,” jelasnya.
Skenario yang diusulkan para peneliti menunjukkan bahwa nantinya bakal terbentuk daratan baru yang meliputi Somalia, Eritrea, Djibouti, dan bagian timur Ethiopia, Kenya, Tanzania, hingga Mozambik.
Cynthia Ebinger, seorang ahli geologi dari Universitas Tulane, menjelaskan bahwa retakan ini disebabkan oleh panas yang naik dari lapisan astenosfer antara Kenya dan Ethiopia. Panas ini membuat kerak bumi di atasnya terangkat, yang akhirnya menyebabkan terjadinya peregangan dan retakan pada batuan.
Panas yang sama juga bisa menyebabkan terbentuknya gunung, seperti Gunung Kilimanjaro di Afrika. Tapi meskipun para ilmuwan memprediksi retakan ini bakal membelah benua, mereka masih ragu karena ada beberapa retakan yang gagal terbentuk, seperti yang terjadi di Amerika Serikat dengan retakan Midcontinent yang membentang 3.000 kilometer.
Ken Macdonald, profesor dari Universitas California Santa Barbara, menyebutkan bahwa proses retakan ini bisa dianalogikan dengan pertumbuhan kuku jari. Menurutnya, retakan ini bisa terus berlanjut sampai akhirnya membentuk lautan. “Yang kita nggak tahu adalah apakah retakan ini akan terus berkembang dengan kecepatan saat ini, dan akhirnya menciptakan cekungan lautan seperti Laut Merah, atau bahkan jadi sesuatu yang lebih besar, seperti versi mini dari Samudra Atlantik,” jelasnya, seperti yang dilansir dari Live Science.