Investasi yang masuk ke Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan mencapai US$ 350 miliar. Namun, menurut Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, jumlah investasi yang masuk ke Indonesia hanya sekitar 10%. “Jika kita melihat total investasi ke ASEAN yang mencapai hampir US$ 350 miliar, berapa persen dari jumlah tersebut yang masuk ke Indonesia? Hanya sekitar 10%, atau sekitar US$ 30 miliar dari FDI (foreign direct investment),” ungkapnya dalam acara APEC BAC Indonesia: Optimisme dan Peluang Dunia Usaha dalam Menyongsong Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta pada Sabtu (30/8/2024).
Padahal, potensi ekonomi Indonesia merupakan yang terbesar di ASEAN, mencapai 40% dari total ekonomi kawasan tersebut. Dari total populasi ASEAN yang mencapai 630 juta jiwa, sekitar 280 juta di antaranya, atau sekitar 40%, berada di Indonesia. Selain itu, luas geografis Indonesia juga mencakup sekitar 40% dari luas keseluruhan kawasan ASEAN.
Oleh karena itu, Rosan berpendapat bahwa Indonesia seharusnya mendapatkan investasi sebesar 40% dari total modal yang masuk ke ASEAN. Namun sayangnya, hal itu tidak terjadi karena adanya masalah kepastian hukum. “Seharusnya, jika dihitung secara proporsional, dari total US$ 350 miliar investasi yang masuk, seharusnya 40% di antaranya masuk ke Indonesia. Namun, hal tersebut tidak terjadi, dan salah satunya adalah karena kepastian rule of law kita,” tambahnya.
Rosan menyebut bahwa investor menginginkan kepastian dan cenderung menghindari kejutan. Mereka juga ingin rencana usaha mereka dilakukan secara terstruktur agar dapat menghitung risiko dengan baik. “Investor tidak suka adanya kejutan. Mereka menginginkan segalanya terukur dan terstruktur, sehingga mereka dapat melakukan penilaian risiko dengan baik. Semua harus dipertimbangkan dengan matang dalam investasi,” jelas Rosan.
Selain itu, investasi berbeda dengan perdagangan yang bisa keluar masuk sesuai kebutuhan. Investasi merupakan komitmen jangka panjang yang harus dipertimbangkan dengan baik. Masalah lain yang disoroti oleh Rosan adalah kurangnya sosialisasi mengenai insentif bagi investor, meskipun aturannya sudah ada sejak lama. Rosan menekankan bahwa tugas seperti itu harus segera diselesaikan untuk menggerakkan perekonomian.
Rosan juga mengungkapkan potensi Indonesia dengan bonus demografi yang dimilikinya. Saat ini, mayoritas masyarakat Indonesia berusia produktif, namun hal tersebut akan berakhir sekitar tahun 2039 hingga 2040. “Rata-rata usia penduduk Indonesia saat ini adalah 30 tahun, yang artinya sangat produktif. Namun, bonus demografi ini akan berakhir sekitar tahun 2039-2040. Kita memiliki jendela waktu sekitar 15 hingga 16 tahun lagi. Jika kita tidak memanfaatkannya dengan baik, hal ini akan menjadi beban demografi di masa depan,” paparnya.
Secara historis, negara yang gagal memanfaatkan bonus demografi cenderung mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Rosan menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan dalam kurun waktu 15-16 tahun ke depan.